Senin, 08 Februari 2021

Patah Hati

Napasku memburu
Peluhku bercucuran
Rasanya kakiku sudah mati rasa
Ingatanku kembali berputar tanpa henti.

"Nintaaa, bangun kau harus kerjaaa..."
Hampir setiap pagi akhir-akhir ini suara itu yang selalu ku dengar, suara ibu tiriku.

"iya" ketusku.
 
Dunia sudah mengetuk alam sadarku pagi ini, lebih baik aku hidup didalam mimpiku daripada bangun untuk menjalankan hari-hariku mau tak mau harus ku lalui.

"sudah berapa lama kau kerja disana ?"
kali ini bukan suara ibu tiriku, melainkan ayahku yang telah mematahkan hatiku. 

"Dua minggu" jawabku, tanpa menoleh ke ayah.

"Carilah kerja yang menjanjikan hidupmu Ninta"
Ku dongakkan kepala ku, hampir saja menetes air mataku

"Aku berangkat"
Lebih baik aku cepat-cepat keluar dari rumah ini menuju istana yang versiku, banyak orang bilang bahwa rumah adalah istana yang paling nyaman tetapi beda denganku.
Selalu saja orang-orang mengatur hidupku.

"Lihatlah anakmu itu tumbuh tidak dengan didikan". Aku mendengus, semua orang menghakimi aku.

Ku kendarai motor yang selalu menemaniku sejak masa kuliah, motor bekas hasil jeri payaku sendiri.

"Pagi mbak Amel". Sapaku dengan senyum tipisku
"Selamat pagi Nintaaa..." jawabnya riang, memang sudah ciri khasnya.
"Tumben cepet datang nya kamu Nin" tiba-tiba mas Diki muncul sambil membawa nampan berisi tiga kopi, biasa dia lakuin katanya pagi-pagi supaya tidak ngantuk.
"Eh, mas Diki. iya mas editan kemarin belum kelar, makasih loh kopinya hehe" rasanya mereka seperti mas dan mbak ku sendiri.

Hampir setiap hari aku selalu mengulur waktu untuk pulang kerumah.
Malam ini sengaja ku hentikan motorku dijembatan kecil dekat rumah, angin malam membawaku ke masa dulu tanpa aku mengerti orang-orang yang menghakimi ku.

Ingin rasanya ikut bersama ibu ku, pasti tidak memikirkan beban dunia yang ku pikul dipunggungku. 
Kalau saja malam itu aku tidak menangis, kalau saja malam itu aku tidak takut, pasti saat ini aku bersama ibu ku.
Ayahku sudah mematahkan hatiku untuk pertama kalinya.

Aku kirim pesan melalui via whutsapp ke ayah "Ayah, beban dunia dipunggungku begitu berat".

Sudah hampir tengah malam, ku putar balikkan arah motorku ku kendari dengan cepat lebih baik malam ini aku menginap dirumah mbak Amel.

Sekelibat pandanganku menggelap darahku mengalir, kulihat siluet ibu."Ninta peluk ibu, kita sudah bersama nak".
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Patah Hati

Napasku memburu Peluhku bercucuran Rasanya kakiku sudah mati rasa Ingatanku kembali berputar tanpa henti. "Nintaaa, bangun kau harus ke...